-->

Kamis, 17 Oktober 2024

FMTI dan LAM Gelar Diskusi Publik Bahas Isu Rasisme di Kalangan Mahasiswa

FMTI dan LAM Gelar Diskusi Publik Bahas Isu Rasisme di Kalangan Mahasiswa

INFONAS.ID||Makassar, 16 Oktober 2024 – Kolaborasi antara Front Mahasiswa Timur Indonesia (FMTI) dan Literasi Anak Maluku (LAM) mengadakan diskusi publik yang membahas isu rasisme di kalangan mahasiswa baru Universitas Megarezky, Makassar.

Acara yang berlangsung beberapa hari lalu ini dihadiri oleh berbagai organisasi daerah kemahasiswaan dan ormas, bertujuan untuk mencari solusi atas permasalahan diskriminasi rasial di lingkungan kampus.

Dalam sambutannya, Eka Riyanti, selaku pembicara pembuka, menegaskan pentingnya merawat keberagaman di Indonesia yang merupakan negara multikultural. 

“Semboyan Bhineka Tunggal Ika adalah pemersatu bangsa dalam keberagaman. Mari kita bersama-sama mencari solusi dan kearifan agar menjadi warga negara yang anti-rasis dan humanis dalam keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara,” ujar Eka.

Acara ini dihadiri perwakilan berbagai organisasi daerah kemahasiswaan seperti SEMAK, IPMAS, HIMABIN, HMMBD, HIPMIN, IPMAFAK, KPM, Aspuri Maluku, HIPMI MAL RAYA, KOMIK UNIMERZ, IPMM, serta perwakilan Ormas GBNN Sulawesi Selatan.

Juliana Novly Ratuanik dari LAM, selaku pembicara pertama, menyoroti bahwa rasisme di Indonesia telah ada sejak zaman kolonial Belanda, di mana orang pribumi dianggap lebih rendah. 

“Rasisme merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita semua harus memahami ini agar bisa membangun persatuan,” katanya.

Hamza Kilibia, Ketua HMI Komisariat Universitas Megarezky, sebagai pembicara kedua, menegaskan bahwa manusia tidak bisa memilih rasnya sebelum lahir karena itu adalah pemberian Tuhan. 

Ia juga menekankan bahwa kampus harus menjadi lembaga yang mendukung keberagaman dan kebudayaan. 

“Kampus adalah laboratorium kebudayaan. Penting untuk membangun komunikasi positif dan menghindari perpecahan,” ungkapnya.

Ketua Umum FMTI, Dami Were, yang menjadi pembicara terakhir, menyoroti bahwa kurangnya pengetahuan tentang wawasan kebangsaan menjadi akar permasalahan. 

Ia mengajak kampus untuk lebih aktif mengedukasi mahasiswa baru tentang pentingnya menghargai keberagaman dan kemanusiaan. 

“Makassar adalah kota pendidikan dan menjadi pusat pendidikan di Indonesia Timur. Tindak lanjut dari kasus rasisme di kampus ini adalah merawat toleransi agar Makassar menjadi kota yang toleran dan damai di masa depan,” tuturnya.

Acara diskusi ini ditutup oleh Fijai Banyal, selaku panitia, yang memberikan apresiasi kepada para peserta dan pembicara. 

Ia menekankan pentingnya diskusi semacam ini untuk menangkal rasisme, terutama di lingkungan kampus yang melahirkan generasi intelektual penerus bangsa. (BRAM.S)


Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita | All Right Reserved